LISANUL HAAL AFDHOLU MIN LISANIL MAQOL

 

(Dosen STAI RAYA Jember dan Mahasiswi Doktoral UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

Dalam segala ruang, kita sering dengan ringan menyebutkan. “Kader sekarang tidak seperti dulu” atau “Santri sekarang tidak seperti santri dulu” atau “Mahasiswa sekarang tidak seperti dulu.” Kemunculan narasi ini bukanlah kesalahan, akan tetapi menjadi sebuah ketidakbijaksanaan bila kita terjebak di dalamnya dengan orientasi pemikiran melemahkan generasi sekarang dan melebih-lebihkan generasi yang dulu. Aku tidak perlu menyebut hal ini terjadi di ruang mana, hampir di semua ruang di mana aku hidup di dalamnya di masa dulu dan sekarang. Atau bahkan tanpa sadar, aku juga salah satu yang memunculkan.

Di kalangan aktivis dan oragnisatoris ada kalimat yang sering menjadi pemecut semangat, setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Definisi yang sering kita munculkan adalah bahwa seseorang tidak boleh power syndrome, tidak boleh memiliki sindrom kekuatan sepanjang masa, karena pada akhirnya, perannya akan digantikan oleh pemegang masa berikutnya. Dalam bahasa kita adalah regenerasi. Nah, apabila kita melakukan redefinisi kalimat tersebut sesuai dengan isu keresahan orang dulu terhadap generasi sekarang. Bisa kita definisikan kalimat setiap masa ada orangnya adalah kondisi di mana setiap masa melahirkan karakter orang yang berbeda, dan setiap orang ada masanya adalah setiap orang hidup dalam situasi yang tidak sama. Sehingga karakter orang yang berbeda tersebut lahir sebab situasi yang tidak sama. Artinya, generasi sekarang adalah produk perkembangan zaman, produk terjadinya perubahan baik dalam struktur sosial maupun dunia digital. Maka, penerimaan terhadap perbedaan mereka adalah bagian dari kebijaksanaan menerima adanya sebuah perubahan secara kesulurhan. Bahwa mereka yang dikeluhkan, bukan sepenuhnya kesalahan mereka sebagai manusia, akan tetapi ada pengaruh perkembangan zaman, lingkungan sosial, dan dunia digital.

Bila kesadaran ini menjadi basis pemikiran, maka kita tidak akan terjebak pada narasi menyalahkan, akan tetapi akan menyikapi mereka sesuai dengan masanya. Aku sangat percaya bahwa dalam struktur sosial di mana saja, bahkan dalam individu seseorang tetap ada kekurangan dan kelebihan. Maka, menjadi tidak bijaksana bila kita hanya melihat kekurangan, sehingga lupa mengelola kelebihan. Kelemahan yang menonjol, sebab kelebihan yang tidak dikelola dan dimunculkan. Generasi sekarang ini adalah manusia yang kreatif, inovatif, dan produktif, di samping itu mereka juga cenderung bosanan, tidak bisa bekerja dalam tekanan, terkadang juga berjalan tanpa tujuan. Maka, hadirnya kita sebagai generasi tua adalah melengkapi kekurangan.

Kita juga cenderung meresahkan bila mereka tidak memperhatikan arahan, nasehat, atau apalah yang kita sebut sebagai ucapan yang benar. Pada kenyataannya, mereka suka menguji dan mempertanyakan kebenaran melaui pembuktian. Artinya, pada mereka, kita tidak hanya cukup bicara saja (lisanul maqol) tetapi juga harus mencontohkan atau bahkan menemani (lisanul haal). Sekali saja, ucapan tidak sebagaimana pembuktian, maka mereka cenderung tidak mendengarkan arahan. Makanya, inilah kehati-hatian yang perlu kita perhatikan.

Sebagaimana dawuh guru kami (KH. Syamsul ‘Arifin Abdullah Yaqin, Pengasuh PP. Bustanul Ulum Mlokorejo) saat memotivasi salah satu santri senior di pesantren. “Santri sekarang tidak bisa hanya kita nasehati, andai kata kita menyuruh mereka membeli sesuatu di pasar reboan, kita tidak hanya cukup mengarahkan rutenya dan harus membeli apa, kalau perlu kita temani sampai mereka dapat membeli yang kita inginkan. Itulah kepada mereka, lisanul haal afdholu min lisanil maqol.

Ketika kami membawa konsep ini dalam diskusi dengan salah satu teman S3 di UIN Malang, notabenya beliau juga berangkat dari keluarga pesantren terbesar di Jawa Tengah. “Justru, sekarang itu tidak cukup lisanul haal, tetapi juga dibarengi dengan lisanul maqol. Kalau santri dulu cukup melihat akhlak guru, kebiasaan guru, sudah terinspirasi untuk meniru. Tetapi, sekarang tidak, tindakan seorang guru harus bersamaan dengan ucapan, nasehat.” Pada keterangan pertama, sebetulnya juga esensinya sama dengan penjelasan kedua. Bahwa dalam melakukan pengarahan kepada seseorang, maka juga harus mencontohkan. Jadi, lisanul maqol bersama dengan lisanul haal, keduanya untuk generasi sekarang sama-sama dibutuhkan dan dilakukan secara bersamaan.

Dikisahkan pula seseorang yang datang kepada Syaikhona Kholil Bangkalan untuk mengobati anaknya yang kecanduan gula (NU Online, 2016). Saking kecanduannya, anak ini sehari bisa memakan sekiloan gula pasir, kondisi mengkhawatirkan ini mendorong orang tua untuk sowan kepada Syaikhona Kholil. Akan tetapi, ketika sudah sampai di kediaman beliau, orang tua ini disuruh pulang dulu dan kembali lagi setelah satu minggu. Arahan dilakukan, dan ketika kembali setelah satu minggu itu, sang anak sudah sembuh dari kecanduan gula. Orang tua penasaran, kenapa bisa seampuh itu. Ternyata, sebelum mengeluarkan nasehat agar sang anak tidak makan gulu, dalam waktu seminggu sebelum orang tua datang lagi. Syaikhona Kholil tidak mengkonsumsi gula, membebaskan minuman dan makanan beliau dari gula. Salah satu kisah yang menjadi contoh jelas dan tegas, bahwa lisanul maqol harus disertai dengan lisanul haal.

Hal yang hampir sama juga disampaikan oleh R.A. Kartini dalam buku Panggil Aku Kartini Saja (Pramoedya Ananta Toer), dirinya memiliki pemikiran bahwa bangsa ini adalah bocah gedhe, di mana bila ingin mengarahkan mereka pada suatu ketepatan dan kebenaran maka harus lebih dulu membuktikan. Hingga apa yang mereka lihat cenderung menjadi nasehat dan arahan yang efektif dan efisien. Ternyata, di masa yang telah lama, kisah Syaikhona Kholil dan Pemikiran Kartini, telah menjadi jawaban keresahan penanganan generasi sekarang. Jika pemikiran itu hidup di masa yang jauh di sana, rupaya dia kembali hidup dan berguna. Inilah pula yang disebut seseorang dapat hidup sepanjang masa, bukan tersebab usia, melainkan karena pemikirannya.

Semua yang telah dinarasikan sudah memberikan jawaban terhadap segala keresahan, dan sudah dapat noted apa yang harus dilakukan. Semoga tulisan singkat dan tidak memberikan kesimpulan ini dapat memberikan manfaat untuk Anda semua. Amin.  

 

Sinta Bella

Jember, 01 November 2024


Posting Komentar

0 Komentar