Dalam kehidupan ini, apa benar kita dapat memilih antara berada
pada yang baik atau berada pada yang buruk? Sejatinya manusia, tidak ada yang
benar-benar putih. Kita hanya beda bentuk dalam melakukan kesalahan. Maka tidak
apa-apa kamu salah, pernah tidak benar, dan bahkan pernah menyakiti orang lain.
Tetapi, jangan sampai kehilangan karakteristik kita sebagai manusia, kemampuan
berpikir. Orang yang mempunyai akal akan berusaha mencegah dirinya melakukan
kesalahan yang sama. Tetapi, apakah akal yang hanya menjadi tolak ukur itu
semua? Ternyata, ada kapasitas yang tidak bisa kita jangkau sebagai hamba,
yaitu takdir-Nya.
Seharusnya kita menangis untuk diri kita dan mereka yang belum
Allah kasih petunjuk, mereka yang tersesat dan ditakdir Allah berada dalam
kegelapan. Rasulullah, diutus untuk memperbaiki akhlak, lalu akhlak siapa yang
akan kita perbaiki jika kita tidak mau kepada mereka yang tidak
berakhlak? Pada saat itu juga kita kehilangan fungsi hidup di dunia ini. Lagi
pula, fokus menghakimi hanya berpotensi kita enggan mengevaluasi diri. Bukankah
yang paling penting dari itu semua adalah bagaimana kita berbenah bersama?
Saya memilih menerima warna yang Allah takdirkan di dunia ini, di
setiap posisi, saya pernah menentang segala kesalahan dan kegelapan di
dalamnya. Tetapi, pada kenyataannya, pertentangan belum berdampak sebelum kita
melalui tahap penerimaan. Dalam konteks yang lebih sederhana, saya pernah
memasuki ruang yang gelap, kotor, dipandang sebelah mata. Tapi, Allah kasih
kesempatan untuk kami merubah itu semua. Saya yakin, dalam masalah yang lebih
besar pun, dia hanya perlu penyikapan yang sama. Saya ikhlas dan ridho, semoga
Allah menetapkan penjagaan kepada kita semua.

0 Komentar