Dosen Pengampu : Sinta Bella, M.Pd.
Penulis : Siti Roisah dan Wasilatul Istifadah
Pada
era globalisasi di mana arus informasi dan komunikasi semakin canggih. Sehingga
berbagai informasi dapat diperoleh dengan begitu mudah tanpa bisa dibuktikan
kebenarannya dengan pasti. Globalisasi membawa pengaruh bagi bangsa Indonesia,
baik itu positif maupun negatif. Ancaman globalisasi yang sedang dihadapi saat
ini adalah semakin terkikisnya karakter peserta didik. Oleh karena itu pembentukan
karakter yang tepat dapat membentengi generasi muda dalam menghadapi era
globalisasi tersebut. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
universal. Karakter sendiri identik dengan moral, akhlak, dan etika. Karakter
manusia selalu berhubungan dengan Tuhan, dengan dirinya, dengan sesama manusia,
maupun dengan lingkungannya. Karakter diwujudkan dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Norma-norma tersebut meliputi norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat (Samrin, 2016).
Sedangkan
dalam pembentukan karakter sendiri bisa kita dapatkan dari lingkungan kita di
dalam keluarga maupun di sekolah. Ketika di sekolah menjadi tanggung jawab guru
untuk membentuk karaktrer yang baik pada peserta didik. Dalam hal ini guru
memerlukan teori-teori yang harus diterapkan, salah satunya teori behavioristik
untuk membantunya membentuk karakter yang baik pada peserta didik. Namun yang
sering kita dengar, dan banyak dimengerti kebanyakan orang teori behavioristik
adalah teori yang memfokuskan pada hasil perubahan perilaku manusia tanpa
melihat proses yang di lakukannya. Apakah hal ini salah? Tidak, namun penerapan
teori behaviorisme, sangat mementingkan peran pengajar dalam mengontrol
stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang
diinginkan. Perubahan tingkah laku peserta didik akan terjadi apabila ada stimulus dan respon.
Apa saja yang diberikan guru (stimulus) akan berpengaruh pada apa saja yang
dihasilkan peserta didik (respon). Semakin sering stimulus diberikan, maka
respon peserta didik akan semakin terlihat. Untuk itulah perlu diberikan
pembiasaan sebagai wujud stimulus yang diberikan kepada siswa.
Melalui
pembiasaan yang baik, diharapkan dapat terbentuk karakter siswa yang
berkualitas. Oleh karena itu, dalam penerapan teori behavioristik membutuhkan
pengontrolan perilaku peserta didik, dan pengontrolan itu juga bisa dikatakan
bahwa teori behavioristik juga melihat proses yang di lakukan oleh peserta
didiknya. Ketika guru memberikan stimulus, maka guru juga bertanggung jawab
mengawasi proses dari stimulus tersebut. Contoh, guru memberikan jadwal piket
kelas kepada peserta didiknya secara kelompok, maka setiap pagi sebelum bel
masuk berbunyi dan sebelum pulang sekolah, siswa melaksanakan piket kelas
secara berkelompok. Tugas piket dibagi sendiri oleh anggota piket. Hal ini
dilakukan agar pekerjaan dapat segera selesai dan tidak ada rasa iri dalam
pembagian tugas. Tugas piket antara lain menyapu lantai, membersihkan jendela,
merapikan buku yang terdapat di pojok kelas, mempersiapkan alat dan media
mengajar guru, dsb. Siswa yang tidak melaksanakan piket di pagi hari tetap
melaksanakan piket di siang hari.
Hal
ini telah disepakati melalui kontrak belajar kelas. Karakter yang diharapkan
terbentuk dalam diri siswa-siswi adalah adalah peduli lingkungan dan tanggung
jawab. Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang bertujuan melestarikan
lingkungan dengan cara mencegah kerusakannya dan memperbaiki apabila telah
terjadi kerusakan lingkungan. Sedangkan tanggung jawab adalah sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan
sebaik-baiknya, baik itu terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Dari sana juga diharapkan
mereka bisa membagi pekerjaan dengan baik dan adil.
Behavioristik
ini juga mementingkan pengukuran, sebab pengukuran salah satu hal yang penting
untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Karen teori
behavioristik lebih mengukur perubahan tingkah lakunya bukan prosesnya, namun
buka berarti dikatakan tidak mementingkan proses tersebut, adanya pengontrolan
penuh dari guru itu juga disebut bahwa guru mengawasi bagaimana prosesnya
sebelum mencapai pada perubahan yang di harapkan. Oleh karena itu mengapa
pembentukan karakter sejak dini itu sangat penting? Karena siapa yang
membiasakan sesuatu di waktu mudanya, maka akan menjadi kebiasaanya di masa
tua. Jadi behaviorisme lebih berpatokan pada aturan, dan berasumsi bahwa
pengalaman adalah hal yang paling berpengaruh dalam pembentukan perilsakunya. Asumsi-asumsi
yang diterapkan oleh pengajar kepada peserta didik harus memiliki tujuan yang
baik, sehingga terbentuknya karakter sesuai dengan apa yang di harapkan oleh
guru. Jadi, di dalam teori behavioristik menerangkan bahwa lingkungan
mempengaruhi terhadap perubahan perilaku seseorang yang disebut dengan stimulus
dan respon. Contoh stimulusnya, guru memberikan pujian terhadap peserta didik
karena sudah belajar dengan baik, dan respon dari peserta didik yaitu termotivasi untuk lebih rajin belajar
karena ingin mendapat pujian dari gurunya.
0 Komentar