Hari yang penuh dengan harapan, asa yang tertuang dalam logika dan rasa. Sepagi menjelang, para petugas sudah siap melaksanakan amanah sebagai abdi negara. Sedangkan sebagian masyarakat masih saling bertukar pendapat bagaimana cara menggunakan hak suaranya di bilik suara. Tentu, ini dialami oleh beliau-beliau yang tidak bisa membaca. Kasihan mereka, saking sibuknya menentukan siapa yang harus dipilih sampai lupa bagaimana cara memilih.
Berbeda dengan diriku yang 'tak begitu antusias menyambut fajar. Hingga matahari mulai mengintip, aku masih sibuk di dapur masak nasi goreng untuk sarapan. Usainya aku mandi, sholat dan menikmati kembali lembar demi lembar cerita pasca proklamasi. Mulai perjanjian renville oleh kabinet Amir Syarifudin hingga kabinet presidensial yang diketuai Bung Hatta. Lembar berikutnya menorehkan sejarah kelam tentang G30-S/PKI. Siang menjelang, aku berangkat ke TPS bersama Bapak. Pulangnya sholat, makan siang, ingin memejamkan mata, tapi 'tak bisa. Aku lanjut mengerjakan administrasi kampus hingga sekarang hanya dijeda sholat Maghrib bersama Bapak.
Dear democracy day, aku menghargai dirimu sebagai bentuk warisan para pejuang. Aku menyadari betul engkau tidak diberi apalagi diwarisi, engkau dijuangkan oleh bangsa sendiri. Karena itu, apapun yang menjadi hasil hari ini, tidak akan pernah merusak harapan kami. Karena kami yakin, bahwa Bangsa ini lebih dari sekedar 5 atau 10 tahun yang akan datang.
Dear democracy day, sebelumnya aku telah berjuang dan mempertahankan keyakinan sampai tiba di gelanggang pertarungan. Karena itu, apapun hasilnya, aku tidak akan pernah menyesal. Sebab, hari ini pandangan ke depan tidak lagi menyoroti siapa di kursi tertinggi, tetapi apa yang bisa kita kontribusi.
Dear democracy day, aku tahu bahwa ketika aku bilang "Aku kecewa terhadap proses yang 'tak lagi memihak semua". Oleh sebagian orang akan dianggap narasi "tidak terima". Tetapi, kepada dirimu, setidaknya aku tidak ragu-ragu menyampaikan. Iya, aku kecewa. Tetapi, bangsa ini telah melalui ribuan dinamika. Sesuatu yang kerap kali tidak diterima oleh logika. Karena itu, tidak patutlah kecewa ini bertahan lama. Tetapi, harus terekam baik dalam ingatan, supaya terus menjadi cambuk semangat dan kesadaran. Bahwa negeri ini pernah diporak porandakan oleh tampang yang penuh kepolosan.
Dear democracy day, sekarang aku duduk penuh keyakinan, di depan mesin ketik yang sudah 7 tahun menemaniku. Bahwa setiap kerusakan akan menemukan pembenahan. Bahwa kehidupan benar-benar hadir setelah kegelapan. Semoga setelah ini adalah kehidupan usai gelap yang kita lalui. Bukan sebaliknya.
Dear democracy day, aku tidak menyerah, aku akan terus maju dan optimis. Sebenarnya, kekalahan kita bukanlah hari ini. Tetapi kekalahan justru hadir ketika kita tidak mampu bertahan. Kedepannya justru menjadi pertaruhan dan pertarungan sesungguhnya. Pertaruhan apakah janji akan sesuai dan pertarungan apakah kita mampu bertahan dalam posisi terus melawan. Ya, pastinya melawan segala bentuk ketidakadilan.
Dear democracy day, satu hal yang aku khawatirkan. Anak bangsa yang engkau rawat dalam logika kewarasan, justru tidak bisa tampil elegant. Aku khawatir mereka menolak dengan penolakan yang brutal. Betapapun mereka kecewa dengan kondisi sebelum, sekarang dan pasca, aku berharap Tuhan mengarahkannya pada jalan-jalan penuh Rahmah. Tiada teladhan yang paling paripurna selain Nabi Muhammad Saw. Maka semoga Allah, menitipkan karakter Nabi Muhammad dalam melanjutkan perjuangan di jalan-Nya.
Dear democracy day, terima kasih telah hadir sebagai pelajaran dan pengalaman bahwa pertiwi 'tak sepenuhnya milik pribumi.
Catatan, SB.
14 Februari 2024

0 Komentar