Sejak kepulangan dari Bondowoso kemarin, aku ingin sekali
menarasikan realitas dari konsep yang berangkat dari maqolah sebagaimana judul
di atas, barang siapa yang menyayangi ia akan disayangi. Konsep dan realitas
ini berangkat dari hasil perpaduan pengetahuan dan pengalamanku dengan salah
seorang Ning di Jember. “Ya, seperti yang Mbak bilang kemarin, kalau Mbak mudah
memberikan kasih sayang kepada orang-orang yang dirasakan tulus. Itu ada
maqolahnya, Mbak. Man Yarham, Yurham,” jelas beliau dari balik kemudiku.
Iya, dua hari sebelum kami keluar bersama, sepulangnya aku dari
Bondowoso, aku dan Mella mampir ke dhalem beliau. Di sana kita saling bertukar
cerita, terutama pada persoalan progress organisasi yang pernah menjadi rumah
bagi masing-masing dari kita. Baik di lingkungan pesantren maupun di luar
pesantren. Sudah pasti aku yang paling banyak bicara. Terlebih suasana hatiku saat
itu lagi bagus sekali. Sampek berkali-kali bilang “Jek saya mak cek bunganah (kok
saya senang sekali) sekarang ini, jangan-jangan besok mau ada sesuatu yang
bikin sedih,” utaraku ke Mella dan Ning.
Kebahagiaanku bukan tanpa alasan, kegiatan kami di Bondowoso kali
ini memberikan banyak hikmah, selain itu aku dapat berjumpa kembali dengan
adik-adik aktivis yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Biar ku ceritakan
satu persatu dari mereka, ya. Pertama, dia yang menjadi tuan rumah bedah buku
PER-EMPU-AN, Sahabat Hadi. Kami pertama bertemu tahun 2018 di Banyuwangi pada
momentum Silaturrahmi Daerah BEM Pesantren se-Tapal Kuda. Waktu itu, kita
diskusi banyak seputar organisasi di warung kopi pada jam dini hari. Ternyata,
pembicaraan itu membekas dalam hati dan pikirannya. Sehingga ketika kami lanjut
komunikasi di WA, dia mengutarakan langkah strategis yang bakal dia ambil untuk
menuju perubahan organisasi di lembaganya. Tentu, aku support dengan bahagia.
Sesekali kita diskusi by online. Tetapi, Tuhan menakdirkan hal yang berbeda
dengan rencananya. Yang awalnya dia ingin rekontruksi organisasi internal
terlebih dahulu, ternyata diamanahi sebagai ketua Komisariat pertama PMII STIS
DAFA. Aku bangga mendengar kabar itu, tetapi berbeda dengan Adik Hadi yang
merasa sedikit nelongso. Sebab, awalnya
harapan dan tujuannya di internal. Tetapi, aku terus mencoba membesarkan
hatinya dan memberikan solusi supaya ide dan gagasannya tetap terealisasi di
internal meski dia sebagai nahkoda PMII. Sejak saat itu, aku terus memperoleh
kabar baik darinya. Bagiku dia sosok anak muda revolusioner, kongkrit,
pemberani dan mengayomi.
Kedua, seorang adik yang pernah satu forum pelatihan formal
denganku, Sahabat Mahfudz. Untuk track recoutnya di organisasi, agak sensitif
bila diceritakan di sini. Tetapi sejauh pemahamanku tentang dirinya, dia adalah
pemuda yang mengutamakan barokah di atas segala tawaran menggiurkan dalam
lintasan perjuangan. Sebab, berkali-kali dia berani mengambil sikap dan
menanggalkan kesempatan karena dawuh seorang guru (Kyai tempatnya belajar dan
mengabdi), bahkan dia tidak segan dan takut menjadi minoritas sebab pilihannya.
Soal ini, aku sangat bangga sekali. Meski begitu, pikiran dan hatiku terus
tertaut pada rencana prosesnya kedepan. Di luar intelektualitas yang dia
miliki, aku memiliki insting yang baik dengan pemikiran, tutur kata dan
sikapnya. Karena itu, aku berharap dia tetap memiliki ruang-ruang untuk
melakukan kebermanfatan, di manapun dan pada siapapun.
Ketiga, aku mengenal dia bersamaan dengan Mahfudz, Sahabat Zaen
(Sekretaris Umum PC PMII Bondowoso), saat mengikuti PKL di PC PMII Lumajang. Banyak
mengira dia teman dekatku, karena kerap dalam momentum PMII baik wilayah maupun
pusat kita terlihat bersama. Tetapi, tidaklah demikian, interaksi kami adalah
bagaimana layaknya seorang adik dan Mbak. Kepadaku, dia tetap menjaga kesopanan
itu. Sebagaimana Hadi dan Mahfudz, Zaen juga kurasai sebagai pemuda yang tulus.
Setiap aku ke Bondowoso, dia selalu menemani dan mebukakan tempat singgah.
Dalam konteks hubungan privasi, aku juga pernah menguji ketulusannya. Tetapi,
ndak usah diceritakan di sini, ya, sensitif. Hehe.
Dari sekelebat informasi, aku mengetahui ada sesuatu yang telah membuat
mereka berjarak. Hal itu membuatku kepikiran, terlepas dari banyak permainan
lato-lato (benturan) yang terjadi, aku masih melihat mereka bertiga sebagai
pemuda yang utuh secara proses dan pengabdian. Karena itu, bagaimanapun
kondisinya sekarang, aku tetap eman kepada mereka. Sehingga ku titipkan, “Dijaga
silaturrahmi dan komunikasinya, ya, sejauh tentang kalian bertiga tetap ekaateh
(dibawa perasaan) bik (sama) Mbak Bella.”
Selain tentang mereka. turut bergabung adik yang baru ku kenal, Sahabat
Basid, ketua PMII UNEJ Cabang Bondowoso pada masanya. Pertemuan pertama, dia sudi
mengantarkan aku dan Mella menyusuri wisata Kawah Urung. Sesekali dia berperan
sebagai cameramen untuk mengabadikan moment kita. Aku mengenalnya sebagai
laki-laki yang cukup pendiam. Tetapi, kerelaannya membersamai kami traveling di
pertemuan pertama, menghampiri dan membersamai kami ngopi di pertemuan kedua, saat
tahu kami giat di Bondowoso timur, cukup membuatku berasumsi dia juga orang
yang tulus. Selain Basid, ada juga sosok adik yang merajut silaturrahmi
baru-baru ini denganku. Dia bukan organisator, apalagi aktivis. Kehidupan
sehari-harinya sekarang ialah bekerja dan membantu Bapak mengurus adik-adiknya,
karena belum lama Ibunya telah meninggalkan mereka. Kisah dia juga cukup ku
ikutin, sejak sakitnya sang Ibu. Rasa kepulangan seorang Ibu kepada Sang Khaliq
juga pernah ku miliki. Karena rasa itu aku merasa cukup dekat dengannya.
Kedekatan kami, membuat dia juga tidak segan bercerita ujian hidupnya usai
ditinggal sang Ibu. Bagiku dan Mella, belum tentu kami sekuat dia dalam
menerima dan mencoba menyelesaikan ujian itu, nalarku mengatakan tidak akan
mampu. Sehingga sepulang dari Bondosowo menuju dhalemnya Ning, berkali-kali ku
bilang “Ayo, Mel, bersyukur, mereka yang kita temui mulai dari kemarin banyak
memberikan pembelajaran.”
Di luar sisi positif yang ku ceritakan tentang mereka, tentu saja
mereka memiliki sisi negatifnya. Tetapi, aku sama sekali tidak tertarik
membicarakan soal itu. Selain tidak ada faedahnya untukku dan pembaca, sejauh
aku mengenal mereka memang tidak pernah sekalipun aku melihat sisi itu. Semua
yang terpancar adalah soal kebaikan dan kebermanfaatan. Terlebih, perasaan yang
membersamai interaksi mereka denganku, yang sekalipun tidak bisa membuatku berpaling.
Lagi-lagi, mereka tulus dan memberikan kasih sayang, Mella pun di perjalanan tidak segan mengatakan, “Iya, Mbak, kita harus bersyukur. Alhamdulillah sejak kemarin kita
dipertemukan dengan orang baik. Ya, selain meminimalisir pengeluaran, cerita
mereka adalah pengalaman yang mahal.” Haha, dasar si Mella, masih saja kepikiran
makan dan kopi yang gratis.
Ya, tanpa ragu ku katakana aku menyayangi mereka, semua tokoh yang
ada dalam cerita ini. Entah mulai kapan rasa itu muncul, apakah sejak ku lihat
mereka mulai memikirkan orang lain? Ataukah saat mereka menangguhkan
kepentingan pribadi demi kemaslahatan banyak orang? Atau mungkin ketika berani
menghadapi benturan demi kepentingan organisasi dan kaderisasi? Sepertinya saat
mereka mengutamakan dawuh guru di atas hal duniawi yang menggiurkan? Atau saat
mereka dengan lapang dada menerima ujian Tuhan, seberapapun besar dan tidak
masuk akalnya? Apapun latar belakangnya, rasa sayang itu telah mengantarkan kami (aku
dan Mella) pada kondisi diterima setiap singgah di Bondowoso. Bukan lagi
penerimaan, terlihat sekali kebahagiaan dan usaha untuk menyenangkan kami.
Terima kasih banyak adik-adikkuh, aku selalu percaya, apabila pemikiran dan sikap
kalian masih dalam lintasan kemanusiaan, kalianlah orang yang terselamatkan.
Aku bangga dan bahagia, Alhamdulillah.
Secara realitas, konsep Man Yarham Yurham telah terjadi
dalam kehidupan kami, mungkin juga Anda. Jika tidak sekarang, mungkin di masa
depan. Karena kalimat Man Yarham di pertama, maka silahkan berikan
kasing sayang dahulu. Jika sudah dilakukan, tetapi tidak kunjung Yurham,
mungkin bukan dari dia, tetapi orang lain, jika belum juga, maka jangan pernah
berputus asa, karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Teruslah menanam
kebaikan.
Catatan Story,
SB
Gumukmas, 12
Januari 2023

0 Komentar