SESEORANG AKAN TERUS MERASA PALING BENAR SEBELUM KEBENARANNYA MEMATAHKAN DIRINYA SENDIRI

 


Ini sebuah kisah yang begitu sederhana di penghujung Tahun. Di mana seseorang mulai banyak hitung-hitungan progres secara idealis maupun matrealistis. Merapikan kembali mind maping yang mungkin justru membuatnya terjatuh satu tahun kebelakang ini. Atas dasar itu mereka menggunakan asas kebenaran dalam melakukan pengukuran, versinya. 

Dianggapnya suatu evaluasi ini akan menghasilkan sebuah pembenaran baru yang akan menghindarkannya dari sebuah masalah. Ternyata, belum sebulan dia beranjak dari pembenaran yang dia yakini, dia sudah terjatuh lagi, meski pada lubang yang berbeda. Tau nggak? Bahwa semua itu adalah treatment dari Tuhan untuk menegaskan bahwa kamu adalah manusia biasa. Ya, manusia yang tidak luput dari salah dan dosa. Lu, bukan Tuhan yang maha benar. Lu, tidak bisa menyamakan Aku. Lu, tetap hamba-Ku. Lu berhak merencanakan tetapi aku punya kuasa menentukan. Begitu kira-kira yang hendak disampaikan Tuhan. Ini dilakukan untuk kita lebih mawas diri dan tidak anti terhadap sebuah perbedaan dan perubahan, selama itu untuk kebaikan dan kemaslahatan. 

Contohnya, dalam kehidupan sosial. Kita kerap kali menyalahkan orang lain atas sesuatu yang kita nilai salah sebab keluar dari asas kebenaran kita. Padahal, dia mempunyai landasan pembenaran yang juga jelas. Kita, secara tidak sadar sering menempatkan orang lain di posisi salah sebab tidak sesuai dengan cara hidup kita. Padahal, tidak ada hukum agama maupun negera yang menegaskan bahwa dirinya salah. Ketika pun kita punya landasan pembenaran yang murni, misal Al-Quran ataupun Hadits. Kita bukanlah orang yang memiliki wewenang untuk menghakimi. Jika kita sadar akan hal ini, maka tidak akan ada pembatasan pergaulan, sehingga hidup kita akan lebih luwes dan enteng. Sebab, nggak sibuk itung-itungan kebenaran dan kesalahan orang lain.

Seperti keluarga Pak Anis itu, setiap hari harus melakukan kegiatan hidup yang tidak seperti orang kebanyakan. Di mana sang Istri harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup dan Pak Anis menjaga anaknya yang masih balita di rumah. Nah, pola hidup yang tidak seperti kebanyakan ini akan dianggap sebuah kesalahan. Sehingga tiap hari Pak Anis sebagai kepala rumah tangga kerap mendapat cibiran sebagai laki-laki nggak bertanggung jawab. Sedangkan si Istri 'tak jarang dapat stigma, "Maklum, orang kantoran pasti nggak urus suami. Lihat, tuh, sampek suaminya dekil kayak gitu." Lu, nggak tau, kan, bagaimana jika yang punya sumber penghasilan itu kebetulan si istri. Dan Lu, nggak tau juga bagaimana rasanya, harus berjuang demi hidup sang anak. Makanya, Lu, jangan mudah bilang salah, bilang itu nggak bener. 

Yang lebih ekstrim lagi, ada seorang perempuan ‘alimah, sangat menjaga hukum syariat, sangat menghindari yang dilarang oleh agama. Bahkan, dia tidak pernah punya kehendak untuk berboncengan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya. Dari tolak ukur seorang muslimah, seperti inilah cara hidup yang ideal. Tetapi, sebagai seorang yang bertakwa dan beriman kepada Tuhan, dia melupakan satu hal bahwa apa yang menjadi kebiasaannya adalah salah satu cara Tuhan melindunginya, sehingga dia berpendapat bahwa dirinya perempuan yang hebat telah mampu menjaga diri. Dia melupakan peran Tuhan. Karena itu, dia tidak jarang merasa dirinya paling benar, menilai perempuan yang nggak bisa menjaga dir bahkan berujung zina adalah bukan perempuan yang baik. Karena dia beranggapan mereka tidak baik, dia membatasi diri bergaul dengan mereka. Bahkan, yang lebih toxic pemikirannya selalu memberikan penguatan bahwa dialah yang paling benar. 

Naasnya, suatu waktu dia berada dalam posisi yang dianggapnya nggak bener, yang dia nilai salah atas dasar kebenaran ajaran agama. Pada malam yang sudah gulita, tidak ada satu lampu penerang pun di jalanan kota, perempuan ini masih saja keluar rumah untuk suatu kepentingan yang tidak bisa ditunda, yaitu menemui sahabat dekatnya di terminal yang baru saja landing dari luar kota. Dia mengendarai sepada motor matic-nya, seorang diri. Biasanya, kalau sudah malam dia diantar oleh bapaknya, tetapi malam itu dia memberanikan diri dan orang tuanya juga melepas begitu saja. Karena jalanan kota meski sudah gelap, terkadang masih ada satu atau dua, tiga orang berlalu lalang. Namun, seakan malam itu sudah menjadi jalan untuknya menemui kekuasaan Tuhan. Perempuan ini tiba-tiba dihadang oleh tiga laki-laki yang sedang mabuk, dia diperkosa beramai-ramai. Dia terus berupaya memberontak, tetapi dalam situasi seperti itu dia sama sekali tidak berdaya. Lalu setelahnya, dia berada dalam kondisi trauma berkepanjangan. Sebelum akhirnya, dia menemukan pintu keluar yaitu sebuah kesadaran bahwa kebenaran yang dia miliki selama ini tidak boleh menempatkan orang lain di posisi salah. Bahwa di atas kehidupan benar yang dia jalani selama ini ada peran Tuhan, bukan semata kehebatannya. Bahwa orang melakukan kesalahan terkadang bukan serta merta keinginannya, tetapi dia berada di posisi terdesak sebagaimana yang telah dialaminya. 

Melalui kesadaran semacam itu, selanjutnya perempuan ini lebih manusiawi dalam menjalankan hidupnya. Bahkan, banyak menjalani hubungan pertemanan dengan preman, brandal dan pekerja seks. Dia menemukan suatu alasan kuat kenapa mereka memilih jalan hidup yang seperti itu, yaitu permasalahan ekonomi yang dia pun sebagai manusia yang dianggapnya maha benar selama ini tidak mampu memberikan solusi. Tidakkah dia begitu malu dengan kesadaran seperti itu? Sangat malu, empati dan iba. Dia menangis berkali-kali, ternyata yang paling salah dan jahat itu adalah dirinya sendiri, yang tidak menyadari, mengakui dan bahkan menciderai esensi kemanusiaan orang lain. 

Dalam pembahasan ini, yang hendak aku sampaikan bukanlah soal bagaimana kebenaran agama, hukum negara maupun hukum sosial, melainkan sebuah kebenaran sebagai manusia. Tentu, untuk mencapai hidup yang bahagia dan harmonis kita perlu memiliki landasan hidup yang benar. Tetapi, yang perlu digaris bawahi adalah, kita tidak boleh menuntut orang lain untuk menggunakan asas kebenaran yang kita miliki. Dan tidak mudah menyalahkan orang lain ketika mereka tidak berada di gerbong yang sama dengan kita, tanpa mengetahui alasan mereka memilih berbeda. Jangan-jangan alasan itu juga nggak mampu kamu jangkau sebagai manusia. Sebab, Tuhan menghadirkan banyak warna dalam dunia dan ujian setiap hamba-Nya berbeda.

Sahabatku, sebuah perubahan tidak terjadi dengan melakukan itung-itungan Gue yang paling benar dan Lu yang paling salah. Sehingga mengakibatkan pertengkaran dan yang paling bikin miris adalah kita memberikan sekat di antara saudara. Perubahan diperolah dengan menyadari ketidakbenaran lalu merangkulnya dan sedikit demi sedikit membuat isi yang salah itu menjadi sepenuhnya benar. Mari, merdeka sejak dalam pikiran. Selalu berdoa kepada Tuhan, bahwa diri kita adalah makhluk lemah yang senantiasa meminta perlindungan kepada-Nya. Laa haula wa laa quwwata illa billah. 


Catatan Story, SB

12 Desember 2021

Posting Komentar

0 Komentar