Aku bilang pada Tuhan. "Ijinkan aku untuk berpulang." Kalimat akhir saat aku 'tak kuasa menahan rindu terhadap Ibu. Tetapi, semakin hari aku sadar, tidaklah patut kematian itu diminta. Sebab, hal itu pastilah tiba. Jika belum sampai, tugas kita adalah terus mencari dan membuat media untuk kembali kepada-Nya sebagai sebaik-baiknya hamba. Maka, aku memutuskan untuk melihat keagungan Tuhan dari sisi yang lain. Supaya hati semakin kuat keyakinan bahwa Dia benar-benar berkuasa.
Hari itu, langit cerah, seakan Tuhan meridhoi perjalanan mencari kekuatan Ilahi. 'Tak seperti kemarin, tubuhku masih diguyur hujan untuk sampai di kota sebelah timur Jember ini. Selepas menunaikan tugas di daerah Pakusari, aku dan Mella langsung menuju ke Bondowoso. Sebelumnya, kami sudah membuat janji dengan sahabat-sahabat di sana kalau akan berkunjung sekaligus minta ditemani liburan. Ternyata, ketika kami hampir sampai, mereka bilang belum bisa menemui sebab masih ada tugas organisasi. Tetapi, di gedung PMII Bondowoso itu mereka sebut sudah ada yang bakal menyambutku. 'Tak jadi soal, kami tetap landas, sebab tahun kemarin justru kami tidak kenal siapapun di sana. Sekarang mendinglah, ada sahabat yang kami tuju.
Kami tiba di gedung pergerakan itu sekitar jam setengah dua belas malam. Seorang ketua PMII dari salah satu lembaga di Bondowoso sudah menyambut kami. Basid namanya, kami nggak bakal lupa, karena selanjutnya, beliau juga mewarnai liburan kami.
Sebelum rehat, kami sempatkan untuk berbincang dengan Pak Kom Basid. Tak lama kemudian, dia pamit keluar sebentar. Jadilah aku dan Mella hanya berdua di gedung yang mereka sebut graha PMII. Sudah orang baru, ditinggal sama yang punya gedung lagi. Ku khawatir, datang pengurus yang lain tetapi tidak tahu dengan keberadaan kami.
Tak pelak, baru ku merebah di depan TV yang ada di ruang tamu. Sedangkan si Mella sholat di kamar, dua orang datang. Satu di antaranya meyoroti tajam ke arahku sejak masuk dari pintu. Ku yakin beliau bertanya-tanya siapa aku. Tetapi, aku juga nggak asing dengan face itu, setelah lebih dekat, beliau menyapa seakan sudah begitu akrab. Ku putar lagi memoriku, dong, berusaha mengingat. Ternyata, beliau adalah pimpinan PMII tertinggi di Bondowoso. Maklum, selama ini kami hanya say hello di WA, lalu karena aku ganti nomer dan HP diflash kami sudah kehilangan kontak.
Beginilah, kekeluargaan di tubuh PMII. Selama ini, aku nggak pernah bingung untuk bertandang ke kota manapun, selama masih ku kenal sahabat di sana. Nggak cuma PMII, sih, jaringan dari organ lain pun bersikap demikian.
Malam pun berlalu, berganti pagi yang memberikan semangat 'tak ubahnya kemarin. Setelah mandi dan make up, kami masih asik berbincang di salah satu kamar yang ada di gedung itu. Telingaku menangkap sudah ada suara bising di luar. Tetapi, hal itu 'tak membuat kami beranjak dari kamar.
"Dek, aku tinggal bentar, ya, masih ada kegiatan di PCNU ini. Habis ini ngopi-ngopi, ya." Begitu pesan dari Ketum Bondowoso di chat WA. Berarti suara rame-rame tadi beliau yang sedang prepare kegiatan.
"Iya, Mas. Aku habis ini ke Kawah Urung sama Mahfud."
"Owalah, iya, lanjut dah. Jangan keluar dulu, tak belikan nasi. Anak-anak udah jalan beli, makan dulu, ya." Baru aku baca chat ini, seorang sahabat sudah ketok pintu. Kami persilahkan masuk, beliau menghidangkan dua nasi bungkus dan dua botol air mineral dengan wajah menunduk. Dalam hati ku berbisik, sopan sekali.
"Terima kasih, ya, Dik." Setelah mengangguk, beliau berlalu dari kamar. Tidak lupa menutup pintunya kembali.
Setiap ke luar kota dan aku berkabar kepada sahabat di sana, sering kali aku difasilitasi begini. Tetapi, jauh dari lubuk hati yang paling dalam. Sebenarnya ku hanya ingin menyambung silaturrahmi, entah apapun dampak dari niat ini, itu adalah bonus. Tetapi, beda dengan Mella yang belum terbiasa, dia merasa nggak enak betul dengan hidangan pagi itu. Ku meyakinkan dia untuk biasa saja, dan menghargai yang memberi dengan memakannya.
Beberapa jam berselang, kami sudah bersiap untuk landas ke Kawah Urung. Sebuah tempat wisata di Bondowoso yang sudah lama bikin aku penasaran. Trip kami hari itu ditemani oleh Mahfud, seorang sahabat yang ku kenal di forum PKL dan Basid, ketua Komisariat UNEJ Bondowoso, yang menyambut kami malam itu.
Sebelum mereka berkenan membersamai kami. Sejak dari Kencong kami sudah bertekad, andai kata nggak ada yang menemani kami harus tetap sampai di Kawah Urung. Tetapi, saat perjalanan berlangsung, aku dan Mella berkali-kali mengucap syukur karena dua sahabat tadi bersedia membersamai kami. Selain perjalanan dari kota Bondowoso ke lokasi kisaran dua jam, medannya pun cukup menguji adrenalin. Bukan karena bebatuan, tetapi karena belokan tajam yang banyak.
Meski bagaimanapun perjuangan untuk sampai di tempat ini. Kawah Urung telah berhasil memberikan pencerahan kepada hati dan pikir. Bagaimana tidak? Sebelum benar-benar sampai di lokasi, masih di perjalanan, tetapi sudah tampak dari kejauhan ciptaan Tuhan yang luar biasa itu. Sebuah dataran tinggi yang begitu cantik, asri, dan tampak memberikan ketenangan. Inilah kuasa Tuhan, yang tidak bisa dinalar oleh akal manusia proses penciptaannya.
Sebagaimana kematian, manusia hanya bisa menerima, sabar dan ikhlas, kemudian melanjutkan hidup hanya untuk sebuah perjuangan dan pengabdian. Menahanan segala bentuk macam rindu karena kehilangan. Pada akhirnya, kita akan berada di bawah tanah yang sedang ku kagumi ini, yang sedang menjadi medan untuk aku sampai, yang sedang menjadi prasarana untuk wujudkan impian. Senyatanya, impian pun hanyalah media untuk kita pulang. Bahkan orang tua, 'tak patut untuk dijadikan alasan bertahan. Semua itu fana, tidak kekal, dan jika Allah berkehendak maka dalam sekejap bisa hilang.
Bagaimana seharusnya tujuan hidup yang kekal? Adalah untuk kembali kepada-Nya sebagai sebaik-baiknya hamba. Lalu, dengan begitu kita akan menjadi manusia yang melakukan semua kegiatan di dunia hanya untuk ibadah. Bukan satu-satunya hal yang membikin kita terobsesi sehingga lupa dengan akhirat. Bukan satu-satunya hal yang membikin kita yakin bahwa kehidupan dunia adalah selamanya.
Terkadang memang, segala hal yang menggiurkan di dunia adalah tujuan hidup untuk membahagiakan diri dan orang-orang yang kita sayang. Namun, senyatanya niat itu harus dikembangkan lagi pada titik yang paling tinggi. Kebahagiaan yang ingin diwujudkan adalah untuk ibadah, sebagai washilah untuk pulang.
MasyaAllah, betapa kita akan menjadi manusia yang begitu lapang dengan segala uji. Jika dasar dan orientasi yang kita ambil hanyalah Tuhan, dari Tuhan dan untuk Tuhan. Semoga kita terus diberikan petunjuk.
Semua panorama hari itu memberikan banyak pesan tersirat, juga berkontribusi dalam penguatan hati atas rindu kepada almarhumah Ibu. Adalah Ibuku hanya membutuhkan kiriman doa, washilah shodaqoh dan washilah amal baik untuk beliau. Dan cukuplah jadi percaya pada kekuatan Tuhan, Dia, akan menjaga Ibu dan memberikan beliau posisi terindah di sisi-Nya, juga kebahagiaan yang banyak, Ibuku sudah tidak sakit lagi.
Terima kasih, Tuhan, selalu bimbing kami untuk menjadi hamba yang taat. Amin.
Kami menyudahi trip sekaligus healing hari itu dengan rasa bahagia, meski tubuh kerasa sakit semua. Kawah Urung, telah menjadi bagian terindah dalam hidup manusia. Begitu pun Mahfud, Basid dan Mella, terima kasih sudah relakan waktu, tenaga dan financial untuk temani liburan kali ini. Semoga kalian, juga memperoleh hikmahnya. Kita pulang dengan sejuta rasa bahagia dan kerinduan kepada Tuhan. Amin.
Catatan Story, SB. 1
4 November 2021
0 Komentar