~Do'a yang Tulus tapi Menakutkan~

 


Hari ini agenda utamaku adalah turun lapang untuk mencari masalah dan menganalisanya. Ini ku lakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah analisis kontrastif. Sebuah metode pembelajaran bahasa yang memiliki tujuan untuk membandingkan dua bahasa. Agar mengetahui persamaan dan perbedaannya, sebab dikatakan bahwa jika dua bahasa itu semakin banyak perbedaannya maka akan semakin sulit untuk dipelajari. Karena aku prodi Pendidikan Bahasa Arab, maka aku membandingkan bahasa asing ini dengan bahasa Indonesia. Sebagaimana aku suka bacot, maka yang menjadi aspek perhatianku adalah fonetik (bunyi) dan kebetulan sekali, lokus yang ku pilih lebih mementingkan maharah kalam dalam proses pembelajaran. 

Tidak terlalu sulit, karena di strata satu dulu juga melakukan hal demikian. Mungkin hanya beda pada penyusunan karya tulis dari hasil penelitian, kalau dulu skripsi sekarang artikel jurnal. Pernah ku baca dulu kalau metode penelitian kualitatif itu bisa saja berganti fokus penelitian ketika di lapangan, sebab dia menemukan hal yang lebih baru dan menarik. Begitu pun yang ku alami hari ini. Tiba-tiba di jalan aku memutuskan untuk meluaskan pembahasan, tidak spesifik seperti tujuan di awal. Maaf, ku gak bisa menyebutkan maksudnya bagaimana di tulisan ini. Supaya surprise. Hehehe. 

Karena ini catatan story, seperti biasa, ku hanya menyampaikan hal-hal yang ringan saja. So, satu value yang bisa ku narasikan dalam tulisan kali ini adalah jika kamu tidak berharap apapun dalam melakukan kebaikan, Allah akan melaksanakan perannya untuk memberikan reward. Dan itu, tidak pernah terlintas dalam pikiran kalian, karena tidak pernah terlintas, kalian akan menerimanya dengan rasa heran. Tapi heran yang disertai syukur. 

Hanya saja, dibalik reward yang diberikan kadang ku masih berpikir, ini benar apresiasi atau malah terselip ujian? Karena itu, apapun yang kita rasa nikmat jangan lupa bersyukur dan tetap mawas diri dengan tidak senang secara berlebihan. Begitu pula konsep pada kesedihan. Kesedihan dan kebahagiaan adalah dua situasi yang selalu berbanding lurus. Tidak bisa dipisahkan, misal, nih, kalian baru putus dari si do'i. Sedih banget pasti dan patah hati, nangis tujuh hari tujuh malam, tapi usai masa sedih-sedih itu. Tuhan memperlihatkan sisi lain dari si do'i, misal dia tiba-tiba ketahuan menjadi pelaku kekerasan seksual. Lu pasti merasa bahagia sekali karena telah putus lama dari dia, kalau nggak, mungkin kamu yang akan menjadi korban. 

Atau orang tuamu tidak memperbolehkan kamu untuk pergi ke luar kota. Padahal semua schedule dan agenda selama di sana udah tersusun, udah buat janji sama orang-orang penting. Pasti kamu akan mengurung diri di rumah dan menyalahkan orang tuamu. Nah, kok pas hari pemberangkatan, na'udzubillah, orang tuamu tiba-tiba jatuh sakit dan berpulang. Setidaknya, kau akan bersyukur masih sempat menyaksikan beliau kembali kepada Allah. Maksudku, ada skenario Allah yang tidak bisa kita dahulukan dengan asumsi dan spekulasi kita. Simpelnya, di balik kesedihan pasti  ada kebahagiaan, begitu sebaliknya. Karena itu, dalam situasi apapun kita dianjurkan untuk biasa-biasa saja.

Kembali ke leptop, hari ini Tuhan memperlihatkan  hasil dari yang ku lakukan beberapa tahun ini. Kebiasaan yang ku jalani sebab suka dan merasa perlu. Kebiasaan aktif di sosial media. Kalau kemarin ada yang tiba-tiba ambil fotoku ketika ingin menyeberang jalan dan mengirim hasil jepretannya di chat FB. Disertai pertanyaan apakah itu benar diriku. 

Kalau sekarang, aku dapet respon secara langsung. Di tempat lokus yang ku pilih, ku hanya mengenal Ukhty Karomah dan Bapak Kyai. Tidak dengan santri-santri yang lain. Biasanya kalau ketemu orang baru aku tetap antusias, tetapi pagi itu aku justru memilih membuka leptop dan nyicil tugas. Di dalam kamar asrama santri, sedang mereka berlalu lalang di depanku untuk prepare masuk kelas. Pagi itu ada penyuluhan kesehatan. Sebagai santri senior, Ukhty Karomah juga sibuk mengarahkan santri yang lain. Tetapi dia masih sempatkan memastikan posisiku nyaman di sana, tiba-tiba dia bilang ke aku. "Ukhty, anak ini nge-fans ke kamu, sering lihat story WA mu di HP ku." Seraya menunjuk ke anak yang sedang berdiri di depan lemari merapikan bajunya. "Iya, Mbak, saya suka lihat smean, memotivasi terus." Yang lainnya menimpali juga. "Aku juga nge-fans smean, Mbak." Yang lainnya lagi. "Aku juga, Mbak, tau dan ngikutin Mbak di FB dan IG." Sungguh, meski air mata haru tidak terlihat di pelupuk mataku, tapi dia begitu membanjiri hatiku. Allah, Engkau maha besar dengan segala ketentuan-Mu. Maka selamatkan aku dari sifat sombong dan congkak. 

Ketika tujuanku di lokus itu terpenuhi, para santri  ini juga sudah bersantai sambil menunggu waktu jamaah dzuhur. Ku sempatkan duduk melingkar dengan mereka di kamar itu, ketika mereka sudah mengenalku, dan memiliki nilai lebih terhadapku. Maka, step selanjutnya adalah doktrinasi supaya anak bangsa ini kuat dengan segala kemungkinan yang terjadi. Selain itu, supaya mereka memiliki semangat dan keyakinan bahwa berangkat dari desa pun, mereka sangat berhak memiliki mimpi yang besar. Setelah bacot sana sini, mereka mengalirkan narasi doa yang lagi-lagi bikin hatiku tersentuh. Semoga Mbak semakin terkenal, semoga Mbak jadi selebgram, semoga Mbak jadi artis, semoga Mbak jadi Doktor, semoga Mbak jadi Profesor. Allah, itu semua baik, tetapi mereka belum tahu, di balik semoga yang mereka panjatkan tidak sepenuhnya berupa kebahagiaan. Seiring peningkatan gelar dan pengakuan yang kita peroleh ada tanggung jawab yang semakin besar. Ku respon semua semoga itu. "Apapun pengakuan dan gelarnya semoga barokah dan manfaat. Supaya Mbak tetap bisa hidup meski dalam keadaan hidup."

Terkadang, kita hidup, tapi tidak merasa benar sedang hidup. Apa yang salah? Karena hidupmu hanya untukmu. Ketika kau merasa bosan dan tak ada hal baru dari dirimu, kau akan merasa hidup tak ada arti dan pada saat itu kau sedang mati. Gimana supaya terhindar dari hal semacam ini? Menjadikan hidup orang lain sebagai alasanmu untuk hidup. Maka akan banyak alasan untuk kamu tetap hidup. Muter-muter, ya, tapi ku harap kalian bisa menangkap maksudku. 

"Nanti kalau pulangan pondok, aku akan chat, Mbak. Jangan sampai lupa, ya, Mbak." Salah satu dari mereka menyampaikan sambil mringis. 

"Iya, ntar smean bilang aja pas chat. Santri yang satu pondok dengan Mbak Karomah. Gitu, ya."

"Iya, Mbak."

Semua ini adalah akibat dari proses yang ku jalani di sosial media selama ini. Sejak ku memutuskan mengambil peran beberapa tahun lalu, tujuanku hanya aktualisasi diri karena aku suka speaking. Selain itu, juga transformasi pengetahuan dan pengalaman. Sebab, banyak dari teman-teman dan adik-adik lebih suka menerima dengan media audio visual. Tetapi, aku tidak pernah berpikir apakah karya ini bakal diterima orang atau tidak. Yang jelas, ku jalan saja dengan tujuan yang udah lempeng itu. Seiring berjalannya waktu, aku menemukan fakta bahwa putusanku benar. Di mana sekarang banyak konten di sosial media yang unfaedah dan berpotensi merusak pemikiran anak bangsa ini. Jika sudah terkontaminasi terlalu jauh bisa jadi mereka ambil sebagai kebiasaan dalam hidup. Begitulah kita berperang hari ini. 

Entah ini sebuah kebahagiaan atau kenikmatan dari Tuhan, atau masih terselip ujian. Aku tetap berharap, Tuhan menjauhkanku dari segala macam bentuk penyakit hati. Terima kasih perjumpaan yang begitu hangat hari ini adik-adik. Semoga kita tetap selalu tersambung dalam do'a. 

Catatan Story, SB. 

02 November 2021

Posting Komentar

0 Komentar