Mamak, dalam Bingkai Kenangan


Walaupun
aku cuma sekali pernah ketemu sama Mamak, itu sudah dapat ngerasain kalau beliau memiliki kasih sayang dan kelembutan yang sangat hangat. Semoga Khusnul khotimah, ya, Ty, aku saksi beliau orang yang baik. (Ukhty Ira)

Mamakk e smian sosok sing luar biasa, Mbak. Ya, meskipun aku nginep hanya sekali, dan ketemu langsung cuma 2 kali, tapi sangat berkesan, bagaimana beliau menghormati tamu-tamunya, sampek beliau berusaha buat sarapan bagi tamu-tamunya dengan kondisi Mamakk e smian yang kurang sehat. Ini real yg aku alami pas kenal Mamakk e smian. (Dwi)

Bibik itu baik, ramah, sabar dan lucu di antara semua Bibik yang ada di sana. Dari kecil aku paling deket sama beliau, masih kecil aku selalu ingat ketika aku sering bantuin cuci piring dan menyapu di rumah Bibik karena setiap beliau meyuruh pasti akan diupah, untuk jajan. Beliau orangnya tidak pelit, bahkan sampai sekarang pada anak-anakku. Beliau suka malawak dan suka menasehatiku ketika aku ada diperantauan. Bagaimana harus bersikap biar bisa betah dan diterima di kalangan.  Beliau juga selalu paling cantik di pagi hari kalau lagi nunggu belanjaan di depan, dengan keadaan sudah berlipstik dan rapi. Banyak sekali, nggak bisa di ungkapkan, yang pasti beliau selalu kuat. (Mbak Ulfa)

Beliau orang yang baik bisa menerima keluh kesah keluarga, tidak hanya mementingkan dirinya sendiri. Rajin bersedekah, bagi saya beliau orang yang sangat baik mengingat dulu saya yang masih kecil kurang kasih kedua orang tua, beliau ada untuk memberikan sedekahnya kepada saya. Semoga beliau tenang dan amal ibadahnya diterima oleh Allah. (Eka)

Mamaknya samean itu ramah, Beb, dan perhatian. Seringkali aku malu dengan Beliau, Beb, ketika aku singgah karena beliau baik banget. (Tata)

Menurutku, sih, Mamak itu baik, kalau ada tamu, aku atau teman-teman yang lain juga ramah nggak yang terlalu ngurusin kita-kita. Yang penting nggak aneh-aneh, kalau waktunya pulang, ya, pulang. Pokoknya kalau kita kesana, ya, nyaman gitu kayak rumah sendiri. Dan lagi gk lupa kita selalu di kasih sarapan. (Ukhty Waqi’)

Pertama kali menginjakkan kaki di rumah Bupres, sekitar tahun 2018. Kala itu untuk pertama kalinya pula Saya menginap di rumah beliau. Setelah Bupres mempersilahkan masuk, dari dalam Mamak muncul dan Saya pun menyalami.

"Nduk, ‘tak tinggal ke dapur dulu, ya, ‘tak bawain minum," kata Burpes. Selepas ditinggal sejenak oleh Bupres, Mamak pun membuka percakapan lagi dengan bertanya mengenai alamat rumah Saya, namun dalam Bahasa Madura. Karena Saya sok ngide dan menghormati beliau yang bertanya dengan Bahasa Madura, maka Saya jawablah seadanya menggunakan Bahasa Madura pula.

Mamak: "Bungkonnah dimmah, Nduk?"

Saya: "E... e… enggi, Bu," Jawabku sekenanya. (Kupikir Mamak bertanya 'temannya, ya, Nduk?')

Bupres yang tiba-tiba muncul dari dapur sontak tertawa karena jawabanku yang tidak nyambung. "AhahaMamak tanya, rumahnya mana, Nduk?" Bupres membenarkan.

"Oh, rumah. Sukoreno, Bu," Jawabku sambil sedikit merutuki kekonyolanku. Hari-hari berikutnya, tatkala ke rumah Bupres, seperti biasa, Mamak selalu menyapa dan selalu bertanya banyak hal kepada Saya. Walaupun Saya terkadang kebingungan jika tidak ada Bupres di samping Saya untuk menerjemahkan. Namun, yang selalu Saya ingat, beliau selalu menawarkan untuk makan ataupun menginap, bahkan pernah suatu kali ketika lama tak berkunjung ke rumah karena adanya pandemi, beliau bertanya. "Kok, nggak pernah kesini, Nduk?" Sungguh, terdapat rasa penyesalan mengapa dulu Saya tidak menyempatkan diri untuk sekedar berkunjung.

Namun, Saya bersaksi beliau adalah orang yang baik. Pernah pula suatu masa, Saya sholat berjamaah dengan keluarga Bupres. Di antara kami, Mamak lah yang paling semangat untuk mengaminkan setiap untaian doa Bapak. Allahummaghfirlahaa, semoga Almarhumah Mamak Karsi berada di tempat yang diridhoi Allah. (Nduk Ulfa)

Mamak orang yang baik, setiap aku kesana beliau selalu welcome dan menampakkan wajah bahagianya. ‘Tak pernah sekali pun beliau terlihat marah atau tidak senang dengan kehadiran ku. Mamak orang yang sangat sabar dan toleran kepada semua tamu yg kesana. Mamak the best dah. (Ukhty Roby)

Sosok seorang latifah. "Latifah" sebuah kata yang pantas disandangkan kepada Mbah. Kelembutan hatinya yang sangat, membuat semua orang mengakuinya. Bukan hanya dari golongan kita sebagai keluarganya, namun hal ini juga diakui oleh banyak orang yang berada disekitar Mbah. Bagaimana tidak. Di manapun, kapanpun, dan kepada siapapun Mbah selalu menebarkan kelembutannya.

Dari berbagai golongan, terutama kepada anak kecil Mbah selalu memberikan kelembutannya. Selain itu, beliau juga memiliki sifat dermawan. Hal ini dMamakktikan dengan salah satu tradisi yang beliau adakan pada bulan-bulan tertentu yaitu membagi-bagikan uang kepada anak-anak, baik dalam keluarga maupun diluar keluarga kita. Jikalaupun salah satu dari kita tidak bisa hadir pasti akan dipanggil dikemudian hari.

Beliau juga memiliki rasa iba yang tinggi, atau sengat tidak tega pada siapapun termasuk kita sebagai keluarganya. Oleh karena itu, setiap kali kita marajuk kepada beliau, pasti bukan kata tidak yang beliau keluarkan, tetapi selalu mengiyakan setiap permintaan atau rayuan kita, meski terkadang berada dalam kondisi yang belum berada, beliau selalu mengusahakannya. Beliau selalu berusaha untuk terus melihat kita tertawa bahagia. Kehilangan Mbah merupakan rasa sakit yang tak pernah aku rasa selama ini. Mbah, Allahhummaghfirlaki. (Umi Khunainah)



Alhamdulillah ‘ala kulli ni’matillah laa haula wa laa quwwata illa billah. Dalam setiap memori teman-teman dan saudara, Mamak terkenang sebagai manusia yang baik. Sikap sosial dan religiusnya menjadi patut dan amanah yang begitu besar untuk aku lanjutkan. Komentar teman-teman ini, aku peroleh ketika Mamak baru saja berpulang. Tetapi, aku sengaja untuk menghadiahkan tulisan ini di hari ke-40 beliau wafat. Sebagai kado dan saksi bahwa Mamak orang baik. Meski sebenarnya air mata terus terurai untuk menulis setiap kata dalam cerita, aku tetap lanjutkan.

Aku yang hidup sehari-hari dengan beliau, sangat membenarkan apa yang diutarakan oleh teman-teman. Dalam pandangan kebanyakan orang, tidak mudah mempunyai anak perempuan sepertiku. Yang selalu memilih jalan berbeda, utamanya dalam hal pergaulan. Aku tahu, sejak awal aku memilih jalan ini, tentu akan memberatkan orang tua dalam menanggungnya. Terutama Mamak sebagai orang tua perempuan yang orientasi kesuksesan beliau untukku adalah segera menikah dan matang dalam membina keluarga. Tetapi, karena jalan yang aku pilih, semua itu harus ditangguhkan. Mamak beranggapan bahwa ini salah satu konsekuensi karena aku dengan bebasnya bisa bergaul dengan teman lelaki.

Sewaktu aku memilih untuk melanjutkan pendidikan yang disertai aktif di organisasi, ditambah dalam prosesnya aku selalu memulai untuk melampaui budaya keluarga. Bahwa anak perempuan ‘tak ada guna lanjut pendidikan, bahwa ‘tak baik anak perempuan pulang malam atau dini hari, bahwa ‘tak baik anak perempuan dikunjungi lelaki. Semua budaya yang aku lampaui ini jelas tidak serta merta diterima oleh lingkungan sosial, tetapi Mamak dan Bapak meloloskan segala beban pikirannya demi proses yang aku pilih, ‘tak jarang beliau berdua mengungjungiku ketika kegiatan di luar atau mengguku pulang di depan rumah.

Salah satu teman di atas juga mengatakan bahwa Mamak tidak pernah kelihatan marah, selalu menyambut ramah dia, nggak pernah ikut campur urusan temanku dan nggak pernah memilih-milih tamu. Bahkan, sering meminta mereka bermalam di rumah. Selain bermalam, semua sikap itu juga beliau peruntukkan untuk teman-teman lelakiku, pernah partnerku di BEM sampai jam 12 malam di rumah, pernah ada tamu dari jauh tengah malam, Mamak justru menyambut hangat mereka, ngobrol dan memintaku untuk menghidangkan makanan. Jika pun ada yang bermalam, sebelum tidur pasti Mamak berpesan, “Besok bangun pagi, lo, buat masakan untuk teman-temanmu.” Kadang aku berhasil bangun pagi, kadang juga tidak. Tetapi, sarapan sudah tersedia, selain motif menghormati tamu, beliau juga mempunyai semangat yang besar untuk melakukan itu. Sebab, jika melihat kondisi kesehatan beliau, bisa saja Mamak tidak peduli. Tetapi, beliau ‘tak begitu, beliau memiliki rasa sayang yang sangat.

Ya, beliau seorag lathifah, seorang yang lembut perangainya, seorang yang penuh kasih sayang. Setiap orang yang hadir dalam hidup beliau, tidak hanya dinilai dengan seonggok daging yang tiada arti, justru beliau menerimanya dengan hati nurani. Siapapun itu, makanya teman-teman yang sering ke rumah dan kalau tidak ke rumah lagi pasti Mamak menanyakan kepadaku. Aku sebagai anak terakhir, yang sedari awal sering dimanja, minta apa selalu diupayakan, ditemani beli, bahkan Mamak menyiapkan tanpa aku lebih dulu meminta. Aku sangat kehilangan sosok tempat bermanja itu. Sewaktu aku kegiatan di luar kota, terus pulang, Mamak sudah menyambutku dengan niatan mau beliin aku barang, “Ayo, nanti malam ke toko meubel yang baru buka itu.” Ajak Mamak dengan raut antusias.

Aku yang merasa masih capek bertanya malas. “Ngapain, Mak?”

“Aku mau beliin kamu spring bad, mumpung diskon dan biar kamarmu sama kayak yang lain.” Iya, Mamak memang selalu mengkritik kamarku yang sering berantakan dan nggak tertata rapi. Yang awalnya capek, aku antusias juga, dong, untuk mengekori Mamak ke meubel. Karena lokasinya dekat dengan rumah, kami memilih berjalan kaki. Sesampainya di sana justru aku tertarik dengan barang yang lebih mahal, waktu itu uang yang disediain Mamak sudah pasti tidak cukup. Karena boleh di DP, akhirnya Mamak tetap mengambil barang itu. Hari ini, dia sangat bermanfaat untuk pembuatan konten, menulis dan baca buku, kebanyakan orang menyebutnya dengan Shofa Bad.

Kalau aku ingin beli baju, beli makanan di luar, Mamak pasti paling antusias untuk membersamaiku, dengan telaten menungguiku milih dan terkadang memilihkan. Hari ini yang sangat terkenang adalah kondisi beliau yang tetap semangat dan membersamaiku meski jalan saja beliau tidak sempurna, harus tertatih, (karena penyakit stroke yang sudah dideritanya hampir 5 tahun), tapi kaki yang mulia itu tetap menemaniku mengitari pasar dan toko-toko besar yang menjadi tujuan. Kaki itu, membawa hatinya untuk selalu memenuhi kebutuhanku, bahkan sesuatu yang belum aku pikirkan di masa mendatang, beliau sudah menyiapkannya. Kaitannya dengan perbot rumah tangga, mulai dari yang paling kecil hingga besar, mulai yang bisa dipakai harian hingga tahunan, beliau sudah persiapkan. Pesannya, “Semua perabot ini untuk kamu, kamu harus perempen, ya, nanti. Dijaga kalau Mamak sudah nggak ada.”

Bahkan, yang paling bikin aku sedih ketika H plus satu minggu Mamak pulang. Seorang saudara yang juga memiliki toko perancangan bilang ke aku. “Sinta, Mamakmu titip gula 30 kg, dulu katanya mau diambil saat pernikahanmu.” Masya Allah, Mamak sudah sedemikian jauh memikirkan masa depanku, bahkan soal sesuatu yang selalu beliau inginkan tapi aku ‘tak kunjung bisa memenuhi. Sesuatu yang aku takutkan benar terjadi, maafkan aku belum bisa menghadirkan jodohku saat Mamak masih di sini. Tapi, semua adalah kuasa Tuhan. Rencananya akan lebih indah.

Ponakanku bercerita mengenai pendapat Bapaknya (menantu Mamak) tentang sosok Mamak. Menurut Mas Ipar, Mamak adalah sosok perempuan yang cerdas. Karena bisa melahirkan dan membesarkan anak-anak yang luar biasa, begitu pula dengan cucu-cucunya. Jika Mamak mendapat kesempatan sekolah pasti keliahatan sisi itu, tetapi meski ‘tak bisa baca huruf latin dan arab, beliau tetap seorang yang cerdas emosional dan spiritual. Satu hal lagi teladhan dari Mamak, beliau selalu menyisihkan rezekinya untuk orang tidak mampu atau untuk anak-anak kecil. Seringkali beliau ringan tangan untuk memberi orang yang mengulurkan tangan ketika di pasar, di jalan ataupun di mana tempatnya. Beliau sulit sekali untuk memilih tidak menghiraukan mereka.

Lagi-lagi, sebagai seorang anak bungsu, aku sangat kehilangan sosok Mamak. Apalagi sosok yang bisa memeluk hangat serta merajuk manja saat aku pulang dalam keadaan capek. Meski di luar aku dikenal dengan sosok perempuan yang kuat, tegas, wonder woman, atau apalah sebuatan teman-teman. Tetapi, ketika sampai di rumah, aku adalah anak bungsu Mamak yang manja, yang membutuhkan pelukan hangatnya, ciuman kasih sayangnya, serta berbagai nasehatnya yang begitu penuh dengan hikmah. Sayang ini, akan Sinta lanjutkan dalam mengarungi hidup ini untuk bertemu dengan Mamak nanti. Semoga Allah selalu menghidupkan cinta ini, Bu, sehingga aku ‘tak sekalipun lupa menghadirkan Mamak dalam hatiku di setiap perjalanan hidup ini. Terima kasih telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang.

Semoga Allah senantiasa melapangkan alam kubur Mamak, menjadikan alam kubur Mamak layaknya taman surga, mengampuni segala dosa dan menerima segala amal ibadah, mengumpulkan Mamak dengan orang-orang yang sholih dan ‘alim, para kekasih Allah, dijauhkan dari segala siksa kubur dan api neraka, Allah senantiasa membuka pintu surga selebar-lebarnya untuk Mamak. Amin.

 


SB, Everything About My Mom

13 September 2021

Posting Komentar

1 Komentar