Tertanggal 2 September 2021 pegiat sosial media dihebohkan dengan postingan
kisah menyayat hati dan ‘tak mampu diolah oleh pikir yang waras. Sebab,
kejadian yang tertoreh di sana adalah jauh dari pikiran manusia sehat. Seorang
laki-laki, terduga korban pelecehan seksual dengan tegas dan lugas membeberkan
perlakuan tidak senonoh yang dia terima dari rekan kerja seniornya. Naasnya,
perlakuan tidak manusiawi ini dia terima dalam rentang waktu yang cukup lama.
Aku yang seorang di luar dirinya, membaca kisah ini menggeleng-gelengkan
kepala. Sesekali mataku berkaca-kaca, tapi ‘tak lupa mengeluarkan api amarah.
Antara rasa iba dan kecewa. Tapi, di awal tulisan ini aku akan memberikan
penghargaan yang luar biasa, aku angkat topi berkali-kali untuk terduga korban.
Keberaniannya untuk go public adalah sesuatu yang sangat perlu
diapresiasi, tentu karena keberanian itu kita juga bisa membaca hikmahnya.
Tulisan ini, untuk mendukung keberanian terduga korban serta pengusutan kasus
ini secara tuntas dan adil.
Bagi kalian yang belum mengetahui kisah ini, aku akan mengulangnya
dengan lebih ringkas. Terduga korban berinisial MS, menerima perlakuan bullying
dari seniornya sejak tahun 2011, awal masuk KPI. 2012-2014 bentuk bullying
yang dia terima adalah dipaksa untuk membelikan makanan. Di tahun 2015, dia
menerima perlakuan yang menjadi puncak dari setres dan depresinya, yakni
pelecehan seksual. Dia ditelanjangi beramai-ramai, diremas-remas buah zakarnya
dan dicoret-coret dengan spidol, lalu mendokumentasikannya sebagai ancaman foto
tersebut akan disebar jika MS berani melapor. 2016, dia mengalami gangguan
kesehatan dan emosi yang tidak stabil, karena itu di tanggal 8 Juli 2017 MS ke
RS PELNI untuk melakukan Endoskopi. Hasilnya, dia mengalami Hipersekresi cairan
lambung akibat trauma dan setres. Gangguan kesehatan dan jiwa yang dialami MS,
tidak kemudian membuat terduga pelaku puas, di tahun 2017 juga, saat mengikuti
bimtek, MS yang sedang tidur dilempar ke kolam renang.
Tidak tahan dengan siksaan tersebut, MS mulai berupaya memperoleh
keadilan. Tangal 11 Agustus 2017, dia melaporkan kejadian ini kepada Komnas
HAM. 19 September 2019, Komnas HAM membalas email MS dengan menyimpulkan bahwa
perlakuan yang diterima MS adalah bentuk kejahatan atau tindak pidana, mereka
menyarankan agar MS membuat laporan ke kepolisian. Saran tersebut diindahkan,
tahun 2019, MS membuat laporan ke Polsek Gambir. Namun, mereka justru memberi
saran kepada MS untuk lebih dulu menyelesaikan perkara ini di internal KPI. MS
langsung melapor ke atasannya di KPI, lagi-lagi, dia memperoleh penanganan yang
tidak manusiawi. Benar dia dipindahkan ke ruangan yang lebih aman, tetapi
terduga pelaku sama sekali tidak disentuh, tidak ada sanksi apapun yang
diberikan kepada mereka. Kondisi ini membuat MS semakin depresi, pasalnya,
terduga pelaku masih meloloskan bullying, perundungan, bahkan caci maki
yang mengandung unsur sara. Akibatnya, ketika MS berkonsultasi dengan psikolog
di Puskesmas Taman Sari, dia divonis PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).
Di tahun 2020, MS kembali melapor ke Polsek Gambir, tetapi tetap
mendapat respon yang tidak baik, menurut terduga korban, tidak ada i’tikad
baik dari pihak mereka untuk menyelesaikan kasus ini.
Dari alur kejadian yang dialami oleh terduga korban (MS), dalam
upaya memperoleh keadilan, dia seperti bola yang dioper kesana kemari. Sehingga
pada titik puncak di mana dia hilang kepercayaan terhadap pihak yang seharusnya
memberikan perlindungan, MS berkonsultasi dengan teman-teman pengacara dan LSM.
Dari hasil konsultasi tersebutlah MS mempunyai keberanian untuk mengangkat
kisahnya ke public. Aku melihat di sini bahwa mereka yang berwenang mau
menangani ketika opini masyarakat mulai menyerang. Tindakan MS ini bagiku bukan
serta merta ingin di dengar oleh mereka yang berkuasa sebagaimana dia tujukan
kisahnya kepada Jokowi, Polri dan Menkumham. Tetapi, lebih pada membangun
kekuatan opini masyarakat, untuk membantu menekan pihak-pihak terakait sehingga
mereka mau bergerak memberikan keadilan untuknya.
Aku juga melihat bahwa proses yang begitu alot terjadi karena
adanya relasi kuasa, entah di bagian mana kekuatan terduga pelaku di lingkungan
pihak-pihak terkait sehingga proses yang sungguh dan derita yang dialami
terduga korban tidak menggerakkan hati mereka untuk memberikan keadilan, atau
paling tidak terduga pelaku disentuh meski hanya secuil. Tentu, harapan ini
harusnya terjadi sebelum kisah MS viral. Kalau udah viral, mah, aku yakin
seratus persen semua ambil bagian. Ya, seperti yang terjadi sekarang. Selain
adanya relasi kuasa, kejadian semacam ini masih dianggap tabu oleh sebagian
pihak dan bukan perkara yang serius, apalagi korbanya laki-laki. Hal ini juga
disadari oleh MS.
Seperti yang aku bilang, setelah viral semua ambil bagian.
Tertanggal 3 September 2021 dikutip dari detik news, Komnas HAM mengatakan
bahwa pihaknya akan berkirim surat panggilan kepada KPI dan Polisi. Mereka
menegaskan kalau Komnas HAM menangani kasus ini kembali sebab adanya dugaan
pembiaran dan korban tidak ditangani dengan baik. Di tanggal ini juga rilis
berita dengan headline “Dugaan Pelecehan Seksual-Perundungan di KPI
Polisi Turun Tangan”. Pada hari yang bersamaan, rilis berita bahwa KPI memberikan
pendampingan hukum dan psikologis kepada terduga korban. Entah karena bawaan
pikiranku yang waras atau gila, aku menulis narasi ini sambil tersenyum geli.
Anggota Ombudsman, Ninik Rahayu menyebutkan bahwa kasus pelecehan
dan perundungan ini menunjukkan KPI tidak sigap dalam merespons aduan korban.
Statment Ninik senada dengan berita yang ditulis oleh Ihsanuddin di Kompas.com
(6/9/2021) bahwa setelah surat terbuka MS viral, KPI dan polisi langsung
bergerak cepat melakukan penyelidikan.
Memang, terkadang suatu persoalan yang berkaitan dengan birokrasi,
di manapun itu, sering mengundang tawa geli. Tetapi, sekarang bukan saatnya
menyalahkan mereka yang telah lalai, meski dengan akal yang waras, jika pun KPI
waktu itu mengindahkan laporan terduga korban, mungkin kasus ini tidak akan
mencuat begitu besar dan terduga korban segera memperoleh penanganan. Kami
terus men-support langkah-langkah tegas yang diambil oleh pihak
kepolisian. Sedangkan perubahan di internal KPI untuk menciptakan ruang aman
untuk siapapun itu, tetap kami harapkan.
Keseriusan kepolisian dalam menangani kasus ini juga terlihat dari
upaya melibatkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam). Per tanggal 14
September 2021, sebuah berita menyatakan bahwa Propam mulai menyelidiki dugaan
pembiaran kasus tersebut yang dilakukan oleh Polsek Gambir.
Setelah tanggal 2 September, semua pemberitaan yang rilis mengenai
dugaan pelecehan seksual di KPI pusat ini begitu terlihat manusiawi. Tetapi,
mengenai ujung atau akhir, sejauh ini masih menjadi teka-teki. Kasus ini
diproses dengan asas praduga ‘tak bersalah. Jadi belum ada penetapan dari pihak
yang berwenang yakni kepolisian bahwa kasus ini benar-benar terjadi dengan
melibatkan MS sebagai korban dan beberapa nama yang disebutkan MS di rilis
kisahnya sebagai pelaku.
Selain alur kejadian dan respon pihak terkait maupun netizen, hal
yang ingin aku sampaikan adalah bagaimana kemudian kita bisa melihat sisi
positif yang timbul akibat kejadian ini. Sekali lagi, terima kasih MS telah
berbagi kisah. Maka kita juga peroleh hikmah.
Pertama, dari kasus
ini kita bisa melihat bahwa kekerasan atau pelecehan seksual tidak memilih
jenis kelamin untuk menjadi korban. Siapapun berpotensi menjadi korban dan
pelaku diskriminasi gender. Berangkat dari hal ini, maka pemahaman terkait
konsep keadilan gender tidak kemudian hanya menjadi ruang lingkup
intelektualitas perempuan, tetapi juga laki-laki. Jika keduanya memahami, maka
akan sama-sama berupaya menghindar untuk menjadi pelaku maupun korban. Saling
menjaga satu sama lain.
Kedua, anggapan
bahwa perempuan sebagai sumber potensi terjadinya kekerasan atau pelecehan
seksual akhirnya terbantahkan. Sebagaimana pada kasus ini melibatkan laki-laki
sebagai korban, begitu pula terduga pelakunya. Pasalnya, selama ini jika
terjadi pemerkosaan atau jenis pelecehan seksual lainnya, perempuanlah yang
selalu disalahkan. Mengapa keluar malam? Mengapa berjalan di tempat yang sepi?
Mengapa memakai baju seksi? Pertanyaan yang sangat tidak manusiawi. Akhirnya,
kita bisa mengatakan bahwa tindak kejahatan ini terjadi bukan karena
superioritas salah satu jenis kelamin, tetapi karena pola pikir yang tidak
sehat, bukan pula karena ada kesempatan.
Ketiga, memberikan
informasi bahwa siapapun korbannya, laki-laki atau perempuan. Penanganan kasus
pelecehan atau kekerasan seksual masih cenderung abai, dianggap hal yang lumrah
dan tidak ditangani dengan serius. Pasalnya, luka yang diakibatkan oleh
kejahatan ini seringkali tidak tampak memang. Bukan langsung melukai fisik,
tetapi lebih pada psikis. Namun, hal ini bukan kemudian dijadikan alasan untuk
cari aman, siapapun pihak yang berwenang.
Keempat, saat diundang
di channel Youtube Om Deddy, Ketua KPI mengevaluasi sistem yang ada di
internal KPI. Pihaknya akan membuat ruang khusus konsultasi yang didalamnya
juga ada seorang psikiater.
Kelima, hal yang
paling urgent disampaikan oleh kisah ini adalah mengenai legitimasi
superioritas laki-laki dalam konteks sosial, pada waktu tertentu justru menjadi
bumerang bagi laki-laki itu sendiri. Menjadi senjata yang berbalik membunuh
mereka. Hal yang dibanggakan ini pada akhirnya memberi kutukan pula. Bagaimana
tidak? mereka yang dianggap kuat, ‘tak patut jika menunjukkan kelemahannya,
meskipun senyatanya mereka berada di titik terlemah. Oleh konstruk sosial,
mereka dituntut diam dan bungkam, bisa menangani masalahnya sendiri. Sehingga
ketika mereka berani melapor, dianggap mengadu, cemen dan lelaki yang lemah.
Solusinya, payung hukum yang secara tegas dan lugas berpihak pada
korban mulai dari pencegahan, penanganan sampai proses rehabilitasi. Sok, atuh,
stop hanya menjadi angan-angan! Soal kemanusiaan bukan sesuatu yang patut
dinegosiasi. Kita waras dan menginginkan kehidupan yang waras. Kewarasan yang
tidak hanya dinikmati oleh sebagian pihak. Tulisan ini cukup menjadi refleksi.
Jika ada yang memaknai sebagai bentuk kritik, semoga tidak menutup diri.
Terima kasih, semoga bermanfaat.
Sinta Bella
Dari Balik
Tabir Puan (21/9/2021)
0 Komentar